January 17, 2013

Menuju Akhir Perjalanan



Tahun dua ribu tiga belas datang tanpa pesan. Malam pergantian tahun benar-benar tidak jauh berbeda dengan tiga ratus enam puluh lima malam sebelumnya, tentu kita bicara selain tentang kembang api dan riuh suara terompet yang mengudara. Malam bergulir begitu saja, mengantarkan tahun baru yang akan menjadi tahun terakhir bagi kami untuk menginjakkan kaki di sekolah sebagai seorang siswa.

Pertengahan tahun ini akan terekam jelas dalam ingatan sebagai akhir perjalanan kami. Bukan perjalanan sesungguhnya, sebab ini hanyalah sebagian kecil dari perjalanan kami yang sesungguhnya. Perjalanan yang hampir berakhir ini hanyalah sebuah permulaan. Suatu rimba telah menunggu di depan gerbang. Tiga tahun pembelajaran kami akan menjadi bekal untuk menjelajah rimba itu. Kelak guru-guru kami akan bersama-sama dengan rasa haru melepas kami ke depan gerbang, menemukan jalan masing-masing, menulis cerita masing-masing, dengan secuil harapan agar kelak kami dapat kembali untuk berkisah tentang kesuksesan masing-masing. Mereka akan tersenyum dan melambaikan tangan, membuat kami merasakan rindu yang datang terlalu awal. Rindu masa-masa menyenangkan di bangku sekolah.



Tiga tahun mungkin bukanlah waktu yang singkat, namun lebih dari seribu hari itu bergulir sangat cepat. Aku masih berpikir bagaimana bisa secepat ini kami meninggalkan segala tingkah nakal yang kami lakukan setiap hari. Saat begitu serius menyimak setiap pelajaran. Saat menggunjing seorang guru yang dibenci. Saat membicarakan pujaan hati yang diam-diam dicintai. Saat tertidur di mata pelajaran eksakta. Saat melakukan praktikum kimia dan mengenakan jas laboratotium yang kebesaran. Saat berlibur ke pulau Dewata dan menjalin kebersamaan yang menyenangkan. Saat mulai sibuk mengikuti intensifikasi dari sekolah. Saat berebut jatah katering. Saat berebut tempat untuk sholat Dzuhur. Saat berlarian dan berebut menuju ruang kelas. Saat berebut boardmarker untuk menjawab soal-soal Fisika di whiteboard. Saat diam-diam berjalan menuju kantin saat jam pelajaran. Saat dengan penuh percaya bernyanyi di sebuah ruang karaoke yang sempit. Saat bermain Truth or Dare di alun-alun kota. Saat bernyanyi dan menari-nari dengan wajah bahagia di pesta ulang tahun Dela. Saat kami berkumpul membentuk sebuah forum, berdebat mengenai SNMPTN dan universitas, saling bertanya tentang prospek suatu jurusan, saling mengutarakan minat yang tak sejalan dengan kemauan orang tua, saling menerbangkan mimpi-mimpi untuk masa depan, saling mendukung dan mendoakan, serta saling berpelukan.

Ratusan hari bergulir begitu saja. Banyak hal menyenangkan yang terlewatkan. Tak pernah disangka bahwa akhir perjalanan kami mulai mendekat dalam waktu cepat. Kami mulai membayangkan saat-saat itu berlangsung. Memasuki ruang ujian dengan penuh percaya diri. Mengerjakan soal-soal dengan khidmat. Melangkah keluar dengan kepala tegak, penuh rasa syukur dan tanpa penyesalan. Berminggu-minggu kemudian kami akan berkumpul di lapangan, mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah yang menyatakan bahwa kami lulus seratus persen. Kami akan bersama-sama menghadap kiblat dan melakukan sujud syukur. Kami akan berurai air mata atas rasa syukur yang tak terhingga. Kami akan bangkit dan saling berpelukan serta tertawa, lalu menangis. Kami akan kemudian merangkul lebih lama, memeluk lebih erat, lalu bergandengan tangan seakan tak ingin dipisahkan. Lalu kami akan mengucapkan janji, bersama-sama, agar setelah masa-masa ini berakhir kami akan menemukan kepingan-kepingan mimpi kami, satu per satu, menyusunnya dan membuatnya nyata. Kami akan berpisah, merantau di kota orang, menemukan hal baru, hal yang kelak akan saling kami ceritakan saat bertemu.

Tuhan, atas kekuasaan yang Engkau miliki, jadikanlah akhir perjalanan kami menjadi semanis itu. Kami bertekad, kami mulai berjuang sekuat tenaga agar kami dapat mengakhiri perjalanan ini dengan rasa bahagia dan penuh syukur kepada-Mu.

Tuhan, berikan yang terbaik untuk kami.