February 01, 2014

#1 Februari yang Benderang, Merah Jambu, dan Merona


Surat cinta pertama.

Akhirnya terlempar juga aku ke bulan Februari yang benderang, yang merah jambu dan merona-rona, dua ribu empat belas, di mana hujan pada akhirnya juga akan menemukan alasan untuk pergi. Lelah, mungkin ia lelah, ia lelah turun dan memupuskan cerah. Hujan turun begitu lama seminggu yang lalu. Tetapi itu hujan terbaik yang pernah aku cicipi. Meski dingin, meski beku, meski mati rasa kemudian menggerayangi. Ada setitik cahaya yang kemudian mencerahkan, mengantarkan setitik alasan untuk kaki ini agar terus bertahan, tak berpaling.

Februari, roda-roda kegelisahan dan keraguan akan mulai berputar lagi. Minggu-minggu yang semakin sibuk, hingga lupa caranya bersantai, lupa caranya tidur siang, lupa rasanya sebatang cokelat yang dikombinasikan dengan tumpukan novel ringan. Tak ada yang bisa menjelaskan mengapa kabut masih bertahan menggantung di atas kepala meski musim panas akan segera mengetuk pintu. Kabut itu belum bisa pergi, ia masih mencari-cari alasan, ia masih mencari-cari cahayanya, yang kemudian akan mencairkannya dalam hangat.

Februari, jalanan akan kembali kering tanpa kilau keperakan dari aspal basah yang dijatuhi sinar matahari setelah hujan. Tak ada lagi bau jalanan yang tersapu gerimis, hanya ada bau kemarau, hanya ada bau hangus, entah dari mana, mungkin dari dalam sana, jauh di lorong-lorong gelap dalam kepala. Petualangan akan dimulai lagi, lembara buku sketsa akan terisi lagi, Yogyakarta siap dijelajahi bersama mereka yang kupanggil teman.

Teman. Menemukan kepingan-kepingan lagi di kota ini. Apa mereka adalah alasan yang aku cari? Mereka adalah musik dan earphone, membuatku tidak mengecap kata "sendiri" dalam pahit, meramaikan, setidaknya menjadikan kesendirian itu lebih nyaman. Teman-teman gila yang mulutnya babi tetapi tidak pernah melukai. Teman yang tidak pernah berhenti saling tertawa dan menertawai, meskipun sama-sama merasa hidup ini sulit sekali. Teman yang saling mendengarkan, seperti sepasang telinga yang tidak pernah tuli. Terus memberi semangat dan berdoa untuk senyum masing-masing.

Adakah alasan itu datang di dua puluh delapan harimu? Adakah alasan tersebut bernama teman? Sesungguhnya apa lagi yang aku cari, Februari. Surat pertama ini kuteguhkan memang untukmu, lantas kukirimkan dengan sebuah saja permintaan.

Februari, tolong buat aku bertahan. Terima kasih.




... dari dekat jendela kamar
30 Hari Menulis Surat Cinta.