January 14, 2014

Kereta Api



 
Mengapa kereta api tidak berjalan di jalan raya seperti mobil dan bus saja?
Aku masih belum bisa menjawabnya.
Kereta api, berjalan sesuai jalur, berjalan tepat waktu, menunggu, ditunggu, didahulukan, begitu panjang. Kereta api, memiliki jalannya sendiri, bukan jalan yang diganggu gugat, bukan jalan yang bersimpang dan harus memilih, bukan jalan yang memiliki hambatan. Kereta api tidak terhambat. Kereta api, begitu panjang, membawa beban yang tak biasa, berjalan sendirian, tak pernah berdampingan. Kereta api, aku menyukai kereta api.
Sejak pertama kali datang, aku mulai menyukainya. Stasiun, tempat kereta datang, berhenti, pergi, lalu datang, lalu pergi lagi. Tempat orang-orang menunggu, atau ditunggu, atau tiba, atau berlalu, atau datang, atau pergi, seperti kereta, bersama kereta. Tempat orang melihat lintasan kereta yang panjang, seolah tak berujung, walaupun memang sesungguhnya tak berujung...
Aku suka duduk di sini, di satu sudut stasiun, melihat orang berlalu lalang, berbicara mengenai masalahnya masing-masing, mengobrol, membahas masalah kecil hingga masalah negeri ini, mengeluhkan hidup yang semakin sulit, menghela napas, menatap rindu pada sesuatu yang samar. Aku suka melihat mereka yang bergerombol dan bergumam, mengucapkan selamat tinggal, atau memberikan ucapan selamat datang. Aku duduk, diam, dan menatap, memperhatikan bagian kecil dari luasnya kehidupan yang terselip di stasiun ini.
Aku melihat kereta, yang bahkan selalu memberikans alam sebelum pergi, atau ketika datang. Kereta, yang terdiri atas gerbong-gerbong dengan bangku-bangku sederhana, mencerminkan kehidupan negeri ini yang sangat sederhana. Kereta, datang dan pergi, mematuhi waktunya, berjalan sendiri untuk pergi, lalu kembali, tanpa ujung. Kubilang, jalannya memang tanpa ujung.


Mengapa kereta api tidak berjalan di jalan raya seperti mobil dan bus saja?
Karena kereta api memiliki jalannya sendiri.
Dan aku masih ingin duduk di sini, memandang kereta, di tempatku sendiri.