Andai kita tidak punya tangan, bumi adalah padang rumput dan
hutan teduh. Kiara menjulang, memayungi lelah dan peluh tanpa mengerti bosan,
tanpa mengerti ujung perjalanan ini. Sungai terdengar dari ujung nan jauh,
menawarkan jernih yang mengalir sampai langit hingga turun lagi.
Andai kita tidak punya tangan, biru menaungi kepala, cahaya
menerobos dedaunan rimbun, malu-malu, hangat, begitu ramah. Kita akan menemukan
gumpalan awan berarak menuju lautan hingga senja. Bintang bertabur, bergerak
manja menuju horizon dan tenggelam esok bersama dingin.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Tetapi kita punya tangan, menjerat masing-masing tanpa
peringatan. Sepasang tangan, terlena dengan jalanan yang mengantarkan diri
menuju rasa senang cuma-cuma, menghabiskan daya, merelakan nurani pergi hingga
ego datang mengganti.
Sepasang tangan, tanpa rantai, bersenang-senang tanpa memperhatikan.
Diam-diam hidup bersiap mencurangi, sepasang tangan akan menyesali.
Kita punya sepasang tangan, merusak dan menghabiskan.
Sepasang tangan, yang kelak menanggung rintih menjadi beban.
Hingga detik ini sepasang tangan kita telah menuai menimbun
lara, memecah tangis hingga berkeping, memilin derita hingga tersimpul begitu
kuat, sepasang tangan kita pula yang kian waktu kian lelah menanggung beban
untuk memperbaikinya, mengembalikan damai menuju genggaman, menabur harapan dan
butir-butir pemulih.
Kita masih menjadi pemilik sepasang tangan yang bersalah
ini. Kita masih punya tangan. Andai esok pagi Tuhan mengambil keduanya, sepasang
tangan milik kita akan menjadi hal terakhir yang terenggut, sebelum kita berlutut
hingga lelah dan hancur pelan-pelan.
Andai kita tidak punya tangan, takkan ada yang bersalah,
menyalahkan, mengingatkan.
Andai kita tidak punya tangan, bagaimana kita menengadah
meminta kesembuhan, memohon hingga kering air mata, mengemis dengan rasa
bersalah, menyadari bagaimana sepasang tangan yang kita tengadahkan ini adalah
sebab dari isak alam di belakang sana.
Andai kita tidak punya tangan, bagaimana kita berpegangan
dan saling menguatkan?
Sepasang, kita masih punya sepasang tangan.
Sepasang tangan kita, memeluk dunia.