Kamu sungguh sungguh salah alamat. Jika kamu mencari catatan
petualangan seperti sebuah cerita naik gunung dengan estimasi waktu perjalanan
atau guide transportasi hingga
basecamp kemudian keterangan pos-pos menuju puncak, kamu salah alamat, silakan
keluar sebelum menyesal.
Aku tidak akan menulis hal itu, sebab semua orang melakukan
hal serupa dan catatannya berserakan jika kamu mengetik kata kunci “mendaki
gunung x” di mesin pencari. Jika kamu salah alamat, tidak apa-apa, kebanyakan
pengunjung blog alien ini memang salah alamat.
Ini adalah catatan perjalanan seekor alien mencari pesawat
luar angkasanya yang hilang bertahun-tahun lalu. Ini hanya keluh kesah seorang
sakit jiwa yang biasa-biasa saja, belum menjadi istimewa. Aku bukan orang
hebat, biasa saja. Jadi kamu yang ingin menemukan keluarbiasaan di sini, silakan
mencari, selamat mencari sampai ketemu!
*
Aku masih mengingat seseorang yang mengatakan bahwa “belum mahasiswa kalau belum naik gunung!”
pada suatu waktu yang lalu dan hingga kini, meskipun aku mengiyakan dengan
seiya-iyanya, aku masih tetap mencari tahu apa korelasi antara mahasiswa dan
naik gunung. Aku tidak naik gunung untuk keperluan fashion, gaya hidup, dan
mengisi feed instagram dengan foto-foto super. Aku tidak naik gunung untuk hobi
seperti para penggiat alam. Aku tidak naik gunung untuk membersihkan
sampah-sampahnya seperti para pecinta alam. Semua orang memiliki alasan yang
apapun itu harus diterima oleh siapapun selama tidak merugikan alam. Aku telah
lama memilih diriku sendiri untuk kujadikan alasan semua pendakianku.
Aku mencari diri sendiri. Gunung-gunung yang bercumbu dengan
awan dan langit telah melahirkan ketenangan tiada banding. Aku mencintai apa
yang ia tawarkan dalam setiap perjalanan: sunyi. Dalam langkah teguh dan napas
yang terengah, kesunyian itu membuatku bisa berpikir mengenai apa saja hal yang
sudah kutinggalkan di belakang, dan apa saja yang akan kusambut di depan.
Gunung tidak menyelesaikan apapun, tidak mengubah apapun, tidak memperbaiki
apapun, tetapi gunung menjadi tempat terbaik untukku menjadi diri sendiri untuk
menyelami pikiranku sendiri lebih lama, satu tingkat lebih nikmat dari WC –
yang selama ini aku puja-puja dan kujadikan tempat terbaik untuk berpikir.
Aku hanya datang, menikmati sunyinya, lalu pulang tanpa
mengusik. Aku bukan yang terbaik dalam hal mountaineering,
tapi aku bisa menjaga diriku sendiri agar tetap di atas batas keselamatan. Aku
tidak pernah latihan fisik berhari-hari untuk naik gunung, aku tidak pernah memakai
sepatu gunung dan hanya mengenakan sepasang sandal, aku tidak pernah mengenakan
kupluk dan membawa jaket tebal, aku selalu mengenakan selapis kaos dan celana
kain lusuh. Aku tidak menyukai standar pendakian, bahkan jika semua perlengkapanku
cukup dalam sebuah daypack tiga puluh liter, maka aku enggan membawa carrier
berpuluh-puluh liter. Aku bisa tidur di mana saja, tempat terbuka sekalipun,
gundukan pasir sekalipun. Aku cukup tahan dengan suhu rendah dan tidak mudah
menggigil. Aku bisa menahan kencing selama lima sampai enam jam sejak rasa
ingin kencing itu muncul. Aku mengunyah permen karet untuk menahan rasa haus. Aku
membungkuk saat lelah dan menunduk saat ketakutan. Aku menjejak dengan yakin
agar tidak terperosok. Aku membunuh ragu agar pijakanku tak goyah. Aku tidak melindungi
tubuhku dengan krim matahari, atau hidungku dengan koyo, aku menikmati
bagaimana panas dan dingin bersama-sama menyiksaku dan meninggalkan bekas di
sekujur tubuh.
Aku memiliki seribu cara untuk menghindari
kesulitan-kesulitan yang mungkin akan kutemui. Aku memiliki seribu cara
menyembunyikan kekalutanku dengan menenangkan diri sendiri.
Aku hanya ingin bermain di atas sana, bukan tuntutan fashion
apalagi foto-foto. Aku ingin melepas semua pikiran dalam diam, menikmati senja
dan fajar dalam dekapan gunung. Sebab melihat senja dan fajar di atas sana akan
menjagaku dalam rasa syukur, mengisi semangatku hingga bulan-bulan selanjutnya
agar tidak lagi mempertanyakan kekuatan Tuhan.
*
Sesungguhnya aku ingin terus memiliki semangat hidup dan
menghidupi hidup yang kutinggali, mensyukuri segala yang aku miliki tanpa
mengeluhkan apapun. Aku ingin semangat yang tak pernah habis, agar aku tidak
harus memburu gunung-gunung untuk memulihkanku lagi.